
Abstrak:
Disertasi
bertajuk “Kontruksi Regulasi Pengangkatan Kembali Notaris yang Telah
Diberhentikan Secara Tidak Hormat Akibat Pailit Berbasis Nilai Keadilan”
oleh Shandi Izhandri menawarkan wacana rehabilitasi jabatan bagi notaris yang
telah diberhentikan karena pailit. Namun, secara konseptual dan aksiologis,
argumentasi tersebut mengabaikan fondasi filsafat jabatan publik,
menyederhanakan prinsip keadilan, dan menyamakan jabatan hukum dengan profesi
privat biasa. Artikel ini menawarkan kritik konstruktif berdasarkan pendekatan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis dalam filsafat hukum.
1. Ontologi Jabatan Notaris: Public
Trust, Bukan Profesi Privat
Pijakan utama disertasi Shandi adalah anggapan
bahwa pailit merupakan urusan pribadi dan oleh karenanya tidak seharusnya
berakibat pada status jabatan notaris. Argumen ini mengabaikan karakter
ontologis jabatan notaris sebagai perpanjangan tangan negara di bidang
hukum perdata. Notaris bukan sekadar profesional, tetapi seorang officier
public (pejabat umum) yang akta-akta buatannya memiliki kekuatan otentik
(Pasal 1868 KUHPerdata).
Menyamakan jabatan notaris dengan profesi lain
yang tidak bersifat ambtelijk, seperti pengacara atau konsultan, adalah bentuk reduksi
epistemik terhadap sifat hukum jabatan. Jabatan yang berlandaskan pada
kepercayaan publik harus tunduk pada asas kehormatan jabatan (dignitas
officii), bukan hanya kelayakan administratif.
2. Epistemologi Keliru: UU Kepailitan
Tidak Mengatur Etika Jabatan
Disertasi ini menyusun narasi disharmoni antara
Pasal 12 huruf a UUJN dan UU 37/2004 tentang Kepailitan. Sayangnya, kritik
terhadap norma dilakukan tanpa metodologi hermeneutik yang memadai.
UU Kepailitan adalah rezim hukum ekonomi yang
menyasar perlindungan kreditur dan efektivitas penyelesaian utang. Sementara
itu, UU Jabatan Notaris mengatur tentang moralitas jabatan dan struktur
kepercayaan dalam penyelenggaraan akta otentik. Tidak ada dasar untuk
mengharuskan harmonisasi keduanya secara normatif, sebab domain pengaturannya
berbeda.
Argumentasi disertasi ini ibarat menuntut agar
orang yang pernah bangkrut sebagai pengusaha boleh kembali menjadi menteri
keuangan — cukup karena ia sudah “rehabilitasi.” Ini tidak sejalan
dengan etika publik.
3. Aksiologi Timpang: Keadilan Siapa
yang Diperjuangkan?
Disertasi ini secara konsisten menyoroti keadilan
bagi notaris yang diberhentikan. Namun, ia mengabaikan aspek keadilan
yang lebih luas: masyarakat sebagai pengguna jasa notaris.
Etika publik tidak menuntut sempurna, tapi
menuntut standar tinggi untuk profesi yang bersentuhan langsung dengan
kepastian hukum orang lain. Kepercayaan terhadap akta notaris sangat bergantung
pada reputasi dan integritas personal. Maka ketika seorang notaris pailit, terlepas
dari alasan pribadi atau bisnis, bayangan ketidakcakapan akan melekat
— dan ini mengganggu fungsi notaris sebagai penjamin legalitas.
4. Kritik terhadap Gagasan
"Rekonstruksi"
Penulis mengklaim merekonstruksi Pasal 12 UUJN
agar tidak memberhentikan secara tidak hormat notaris yang pailit. Namun yang
terjadi hanyalah usulan administratif tanpa kerangka filsafat hukum
atau formulasi kebijakan yang utuh.
Tidak ada penelusuran komparatif ke sistem
notariat di negara lain, tidak ada simulasi dampak sosial, dan tidak ada
pembahasan tentang potensi risiko pelemahan marwah jabatan. Padahal, bila
tujuan utamanya adalah rekonstruksi norma, maka pendekatan policy-oriented
legal research harus digunakan, bukan sekadar argumentasi
simpatetik.
5. Penutup:
Jabatan Publik Tidak Bisa Direhabilitasi Layaknya Kredit Skor
Dalam dunia hukum, pailit memang bukan kriminal.
Tapi dalam dunia jabatan publik, pailit tetap menyentuh nilai prudential
trust. Ketika seseorang tidak sanggup mengelola keuangan pribadi, maka
negara berhak untuk tidak mempercayainya menjalankan jabatan yang penuh
tanggung jawab hukum.
Maka kritik terhadap Pasal 12 UUJN seharusnya
tidak diarahkan untuk menghapus norma pemberhentian, melainkan memperjelas
batasan dan prosedur, serta mungkin mengatur mekanisme pengajuan rehabilitasi
yang tetap menjamin etika jabatan — bukan sekadar formalitas administratif.
Referensi Singkat:
·
KUHPerdata Pasal 1868
·
UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
·
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
·
Satjipto Rahardjo (1996). Ilmu Hukum
Progresif
·
Philipus M. Hadjon (2007). Etika Profesi
Hukum dalam Perspektif Good Governance
comment 0 Comment
more_vert