MASIGNCLEAN101

Covernote Notaris: Surat Keterangan yang Bisa Menjerat

Covernote Notaris: Surat Keterangan yang Bisa Menjerat
Friday, August 22, 2025

 



Bagi Anda yang pernah mengajukan kredit di bank, mungkin pernah mendengar istilah covernote. Biasanya, bank meminta notaris untuk menerbitkan surat ini sebagai bukti bahwa dokumen penting, seperti sertifikat tanah, akta jual beli, atau hak tanggungan, sedang dalam proses pengurusan.

Sekilas, covernote terlihat sepele: hanya selembar surat keterangan. Tapi jangan salah, covernote bisa berubah menjadi bumerang yang menyeret notaris ke pengadilan, bahkan pidana.

 

Apa Itu Covernote?

Covernote adalah surat keterangan sementara dari notaris. Isinya menjelaskan bahwa suatu dokumen sedang dalam proses pengurusan, misalnya balik nama sertifikat atau pendaftaran fidusia.

Masalahnya, UU Jabatan Notaris (UUJN) tidak mengenal istilah covernote. Produk resmi notaris adalah akta autentik, bukan covernote. Jadi, posisi hukum covernote sebenarnya abu-abu: ada dalam praktik, tapi tidak punya dasar hukum jelas.

 

Kasus Nyata: Guru Besar UBAYA Dituntut Pidana

Tahun 2018, publik dikejutkan kasus seorang guru besar yang juga seorang Notaris/PPAT. Beliau dituntut tiga bulan penjara karena menerbitkan covernote yang dianggap berisi keterangan palsu.

Covernote itu kemudian dipakai untuk mengeksekusi tanah dan rumah di Surabaya. Jaksa menilai tindakan tersebut melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.

Kasus ini jadi bukti nyata bahwa sekeping covernote bisa berubah jadi alat bukti pidana bila digunakan untuk tujuan yang keliru.

 

Janji Waktu yang Menjerat

Praktik covernote makin berisiko ketika notaris (yang juga berperan sebagai PPAT) diminta mengurus hal-hal administratif di kantor pertanahan, seperti:

  • pendaftaran peralihan hak (jual beli, hibah, waris),
  • pembebanan hak tanggungan,
  • pemecahan atau penggabungan sertifikat.

Bank sering mendesak agar notaris menjanjikan batas waktu penyelesaian, misalnya:

  • “balik nama selesai dalam 1 bulan”,
  • “hak tanggungan terbit dalam 7 hari.”

Padahal, proses itu tidak sepenuhnya ada di tangan notaris, karena bergantung pada BPN. Ketika batas waktu lewat, notaris dituding wanprestasi bahkan dianggap memberi keterangan palsu.

 

Notaris dalam Tekanan Bank

Fenomena ini diperparah oleh kenyataan bahwa jumlah notaris kian menjamur. Untuk bisa bertahan, banyak notaris menjalin kerja sama dengan bank sebagai “rekanan tetap”.

Sayangnya, posisi ini sering membuat notaris didikte oleh bank:

  • diminta membuat covernote dengan format tertentu,
  • diwajibkan menjanjikan batas waktu penyelesaian,
  • bahkan diatur soal biaya dan honorarium.

Akibatnya, notaris yang seharusnya independen sebagai pejabat umum, berubah seperti “penyedia jasa administratif” yang tunduk pada tekanan pasar.

 

Risiko Hukum yang Mengintai

  1. Perdata – notaris bisa digugat karena dianggap wanprestasi.
  2. Pidana – jika covernote berisi keterangan palsu, bisa dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
  3. Etik dan jabatan – notaris berisiko kena sanksi dari Majelis Pengawas atau organisasi profesi.

 

Solusi: Bijak dalam Menerbitkan Covernote

  • Batasi isi covernote: hanya menyatakan fakta bahwa dokumen sedang diproses, tanpa janji waktu.
  • Edukasi pengguna jasa: covernote bukan jaminan hukum, hanya surat keterangan administratif.
  • Jaga independensi: notaris harus ingat jati dirinya sebagai pejabat umum, bukan pegawai bank.
  • Perlu regulasi: pemerintah sebaiknya memberi kepastian—apakah covernote dilegalkan dengan batasan, atau dilarang agar tidak jadi jebakan.

 

Penutup

Covernote ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi mempermudah transaksi, di sisi lain bisa menjerat pidana. Kasus guru besar hukum yang juga seorang Notaris menjadi alarm keras bahwa setiap tulisan notaris punya konsekuensi hukum, meski itu hanya selembar surat keterangan.

Dan selama notaris terus berada di bawah tekanan pasar, terutama dari bank yang menjadi pengguna rutin jasanya, risiko kriminalisasi akan selalu membayangi profesi ini.

 

 

Share This :
Agus Suhariono

Tertarik mengkaji hukum di Indonesia