
Abstrak
Penulisan ini
membahas batasan wewenang dan kewajiban notaris dalam menjaga netralitas,
khususnya dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Netralitas
merupakan kewajiban fundamental bagi notaris sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), yang melarang notaris berpihak atau
melakukan tindakan di luar wewenang, seperti menyimpan dokumen tanpa
persetujuan tertulis dari para pihak. Artikel ini menyoroti risiko hukum yang
dihadapi notaris akibat inisiatif yang melampaui kewenangannya, termasuk
potensi kriminalisasi dan pelanggaran netralitas. Untuk menjaga
profesionalisme, notaris perlu memastikan transparansi, bertindak berdasarkan
fakta hukum yang sah, dan menghindari peran sebagai mediator sengketa.
Kesimpulan menunjukkan pentingnya kepatuhan notaris pada batasan wewenangnya
demi melindungi reputasi profesi dan mencegah dampak hukum yang merugikan.
Pendahuluan
Regulasi di Indonesia telah menciptakan jabatan Notaris
untuk memenuhi kebutuhan pejabat umum sebagaimana ketentuan Pasal 1868 BW yang
menyatakan akta otentik hanya dapat dibuat di hadapan / oleh pejabat umum.
Regulasi jabatan notaris di Indonesia diadopsi dari Reglement of het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stb 1860 No. 3) yang diterjemahkan oleh Lumban Tobing menjadi Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Sekarang telah diatur melalui
produk hukum nasional berupa UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 (disingkat UUJN).
UUJN ini menjadi landasan hukum yang melanjutkan
prinsip-prinsip dasar dari sistem hukum Belanda, disesuaikan dengan kebutuhan
hukum Indonesia yang berkembang. Salah satu hal mendasar yang diatur UUJN
adalah tentang kewenangan Notaris yang diatur dalam Pasal 15 UUJN, yaitu
wewenang utama Notaris sebagai pejabat umum adalah untuk membuat akta otentik,
sebagai alat bukti tertulis yang kekuatannya sempurna terhadap semua penetapan
dan perbuatan (dalam ranah keperdataan).
Selain mengatur kewenangan, UUJN juga mengatur kewajiban-kewajiban
dan larangan-larangan bagi Notaris. Salah satu kewajiban Notaris menurut Pasal
16 ayat (1) huruf a adalah tidak berpihak. Makna tidak berpihak dimaksud
mencakup konsep yang mendalam, tidak hanya dalam tindakan tetapi juga dalam
cara pandang dan tanggung jawab, meliputi antara laian
1.
Independensi
Dalam menjalankan tugas pembuatan akta, notaris tidak
boleh menerima tekanan, pengaruh, atau intervensi dari pihak manapun yang dapat
mengarahkan notaris untuk berpihak pada kepentingan tertentu.
2.
Transparansi
Memastikan bahwa setiap pihak memahami dengan jelas hak
dan kewajiban serta konsekuensi hukum yang ada dalam akta yang mereka buat.
Notaris wajib memberikan penjelasan hukum yang adil dan tidak memanipulasi
informasi untuk keuntungan pihak tertentu.
3.
Bertindak Sesuai Fakta Hukum, Hubungan Hukum dan Bukti Yang Sah
Notaris hanya bertindak berdasarkan fakta hukum dan
hubungan hukum yang sesungguhnya, serta berdasarkan alat bukti yang diberikan.
Hal ini dapat diperoleh surat permohonan dan keterangan dari pihak-pihak yang
berkaitan dengan akta yang akan dibuat, untuk memastikan bahwa akta tersebut
berisi informasi yang benar, yang diperoleh dari fakta yang benar dan hubungan
hukum yang sah dan objektif.
Realitasnya, tidak sedikit Notaris yang menafsirkan
kewajiban tidak berpihak itu dengan berinisiatif menjadi wasit. Inisiatif notaris
untuk menjadi wasit dari pelaksanaan akta yang dibuatnya, misal berinisiatif
untuk menyimpan dan menahan dokumen yang menjadi obyek perjanjian, tentunya
dapat menjadi bumerang bagi notaris di kemudian hari.
Dalam beberapa kasus, notaris yang berusaha berperan
sebagai wasit atau pihak penengah dalam sengketa antar para pihak dalam
akta, termasuk perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), justru menghadapi
masalah hukum.
Tulisan ini membahas urgensi peran notaris dalam menjaga
netralitas serta batasan wewenang notaris, khususnya dalam konteks perjanjian
pengikatan jual beli (PPJB).
Menurut UUJN, kewenangan notaris terbatas pada pembuatan
akta otentik sesuai dengan permintaan para pihak dan dengan persetujuan dari
mereka yang terkait. Notaris tidak memiliki kewenangan untuk
menyimpan atau menguasai dokumen pihak tertentu sebagai bagian dari akta yang
dibuatnya, kecuali berdasarkan
permintaan (sebaiknya tertulis) dari semua pihak yang terlibat.
Notaris tidak bertugas untuk memihak atau memutuskan
kepentingan salah satu pihak. Tujuan utama notaris adalah untuk memastikan
bahwa perjanjian (akta) tersebut disusun sesuai dengan hukum, memiliki kekuatan
pembuktian yang kuat, dan dapat dijadikan dasar hukum yang sah. Oleh karena
itu, inisiatif seperti penyimpanan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sebagai
objek dalam PPJB tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap melampaui
kewenangan notaris.
Dalam praktiknya, notaris sering kali diminta untuk
membuat akta PPJB, yang bertujuan untuk mengikat penjual dan pembeli sebelum
proses jual beli tersebut selesai sepenuhnya, seperti menunggu kelengkapan
dokumen atau penyelesaian pembayaran. Dalam hal ini, notaris mungkin merasa
perlu memastikan kelancaran pelaksanaan perjanjian, yang dapat menyebabkan
inisiatif tertentu, seperti menyimpan sertifikat agar objek perjanjian tetap
terlindungi. Namun, inisiatif ini tidak jarang berujung pada tuduhan
penggelapan ketika salah satu pihak meminta dokumen tersebut diserahkan
kepadanya.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait
inisiatif notaris dalam PPJB meliputi:
1. Risiko Di
Kriminalisasi
Inisiatif menahan dokumen tanpa permintaan tertulis dari
para pihak, seperti dalam hal penahanan sertifikat tanah, berpotensi dianggap
sebagai penggelapan. Tindakan ini sering kali ditafsirkan secara sepihak
sebagai bentuk penguasaan oleh notaris, padahal tujuannya adalah untuk
melindungi kepentingan para pihak. Risiko ini menunjukkan urgensi bagi notaris
untuk hanya tetap pada wewenang yang telah ditetapkan dalam UUJN.
2. Potensi
Konflik Antar Para Pihak
Dalam PPJB, konflik kepentingan sering kali muncul,
terutama ketika satu pihak merasa dirugikan atau terjadi perselisihan setelah
akta dibuat. Ketika notaris turut serta dalam tindakan di luar pembuatan akta,
mereka rentan terlibat dalam sengketa para pihak. Ketika hal ini terjadi,
netralitas notaris dapat dipertanyakan, dan reputasi notaris sebagai pihak yang
netral menjadi terganggu.
3. Rentan
terhadap Tuntutan Hukum
Tindakan di luar kewenangan notaris dapat menimbulkan
dampak hukum yang serius, termasuk tuntutan hukum dari salah satu pihak.
Notaris mungkin harus menghadapi laporan pidana atau gugatan perdata yang
disebabkan oleh interpretasi tindakan tertentu sebagai upaya memihak. Hal ini
berdampak buruk tidak hanya bagi notaris secara individu, tetapi juga bagi
profesi notaris secara umum.
Untuk menjaga netralitas, notaris sebaiknya:
1. Menjaga Kejelasan Persetujuan Tertulis
Notaris hanya dapat menyimpan atau menguasai dokumen
tertentu jika diminta secara tertulis oleh seluruh pihak yang terkait dalam
akta. Persetujuan tertulis ini harus jelas dan menguraikan tanggung jawab dan
kewajiban notaris terhadap dokumen tersebut.
2. Menghindari Tindakan yang Melampaui
Wewenang
Notaris perlu menahan diri untuk tidak melakukan
tindakan inisiatif, seperti menyimpan sertifikat atau dokumen penting lain yang
bukan bagian dari kewenangannya. Hal ini akan mencegah kemungkinan konflik atau
interpretasi keliru oleh salah satu pihak yang berkepentingan.
3. Tidak
Menjadi Mediator atau Arbiter Sengketa
Notaris
tidak memiliki wewenang untuk menjadi penengah atau mediator bagi para pihak
yang bersengketa. Sebagai pejabat publik yang netral, notaris bukan wasit
yang menyelesaikan sengketa atau memberikan penilaian atas sengketa, tetapi
hanya memastikan akta tersebut memuat hal-hal yang telah disepakati oleh para
pihak tanpa intervensi atau interpretasi pribadi.
4. Memberikan Nasihat Hukum yang Objektif
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat yang netral,
notaris dapat membantu para pihak dengan memberikan penjelasan hukum tentang
hak dan kewajiban mereka dalam akta PPJB. Namun, notaris sebaiknya tidak memberikan
nasihat yang mengarahkan pada satu kepentingan tertentu.
Netralitas merupakan kewajiban fundamental bagi notaris
dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana diamanatkan oleh UUJN. Inisiatif yang
dianggap membantu atau melindungi kepentingan para pihak, seperti menyimpan
SHGB dalam PPJB, dapat berujung pada interpretasi sebagai tindakan penggelapan
jika tidak dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari para pihak.
Untuk menghindari risiko ini, notaris sebaiknya tetap
pada kewenangan yang diberikan dan memastikan setiap tindakan yang dilakukan
dalam lingkup tugasnya selalu memiliki dasar hukum yang jelas dan persetujuan
dari para pihak. Netralitas dalam konteks ini bukan hanya soal tidak memihak,
tetapi juga memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan tetap dalam batas
wewenang yang sah agar tidak merugikan notaris maupun pihak-pihak yang terlibat
dalam akta yang dibuat.
comment 0 Comment
more_vert