MASIGNCLEAN101

BATASAN WEWENANG DAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM BERSIKAP NETRAL TERHADAP ISI AKTA YANG DIBUAT NOTARIS

BATASAN WEWENANG DAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM BERSIKAP NETRAL TERHADAP ISI AKTA YANG DIBUAT NOTARIS
Thursday, November 21, 2024

 Abstrak

Penulisan ini membahas batasan wewenang dan kewajiban notaris dalam menjaga netralitas, khususnya dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Netralitas merupakan kewajiban fundamental bagi notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), yang melarang notaris berpihak atau melakukan tindakan di luar wewenang, seperti menyimpan dokumen tanpa persetujuan tertulis dari para pihak. Artikel ini menyoroti risiko hukum yang dihadapi notaris akibat inisiatif yang melampaui kewenangannya, termasuk potensi kriminalisasi dan pelanggaran netralitas. Untuk menjaga profesionalisme, notaris perlu memastikan transparansi, bertindak berdasarkan fakta hukum yang sah, dan menghindari peran sebagai mediator sengketa. Kesimpulan menunjukkan pentingnya kepatuhan notaris pada batasan wewenangnya demi melindungi reputasi profesi dan mencegah dampak hukum yang merugikan.

 

Pendahuluan

Regulasi di Indonesia telah menciptakan jabatan Notaris untuk memenuhi kebutuhan pejabat umum sebagaimana ketentuan Pasal 1868 BW yang menyatakan akta otentik hanya dapat dibuat di hadapan / oleh pejabat umum. Regulasi jabatan notaris di Indonesia diadopsi dari Reglement of het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stb 1860 No. 3)  yang diterjemahkan oleh Lumban Tobing menjadi Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Sekarang telah diatur melalui produk hukum nasional berupa UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 (disingkat UUJN).

UUJN ini menjadi landasan hukum yang melanjutkan prinsip-prinsip dasar dari sistem hukum Belanda, disesuaikan dengan kebutuhan hukum Indonesia yang berkembang. Salah satu hal mendasar yang diatur UUJN adalah tentang kewenangan Notaris yang diatur dalam Pasal 15 UUJN, yaitu wewenang utama Notaris sebagai pejabat umum adalah untuk membuat akta otentik, sebagai alat bukti tertulis yang kekuatannya sempurna terhadap semua penetapan dan perbuatan (dalam ranah keperdataan).

Selain mengatur kewenangan, UUJN juga mengatur kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi Notaris. Salah satu kewajiban Notaris menurut Pasal 16 ayat (1) huruf a adalah tidak berpihak. Makna tidak berpihak dimaksud mencakup konsep yang mendalam, tidak hanya dalam tindakan tetapi juga dalam cara pandang dan tanggung jawab, meliputi antara laian

1.      Independensi

Dalam menjalankan tugas pembuatan akta, notaris tidak boleh menerima tekanan, pengaruh, atau intervensi dari pihak manapun yang dapat mengarahkan notaris untuk berpihak pada kepentingan tertentu.

2.      Transparansi

Memastikan bahwa setiap pihak memahami dengan jelas hak dan kewajiban serta konsekuensi hukum yang ada dalam akta yang mereka buat. Notaris wajib memberikan penjelasan hukum yang adil dan tidak memanipulasi informasi untuk keuntungan pihak tertentu.

3.      Bertindak Sesuai Fakta Hukum, Hubungan Hukum dan Bukti Yang Sah

Notaris hanya bertindak berdasarkan fakta hukum dan hubungan hukum yang sesungguhnya, serta berdasarkan alat bukti yang diberikan. Hal ini dapat diperoleh surat permohonan dan keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat, untuk memastikan bahwa akta tersebut berisi informasi yang benar, yang diperoleh dari fakta yang benar dan hubungan hukum yang sah dan objektif.

Realitasnya, tidak sedikit Notaris yang menafsirkan kewajiban tidak berpihak itu dengan berinisiatif menjadi wasit. Inisiatif notaris untuk menjadi wasit dari pelaksanaan akta yang dibuatnya, misal berinisiatif untuk menyimpan dan menahan dokumen yang menjadi obyek perjanjian, tentunya dapat menjadi bumerang bagi notaris di kemudian hari.

Dalam beberapa kasus, notaris yang berusaha berperan sebagai wasit atau pihak penengah dalam sengketa antar para pihak dalam akta, termasuk perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), justru menghadapi masalah hukum.

Tulisan ini membahas urgensi peran notaris dalam menjaga netralitas serta batasan wewenang notaris, khususnya dalam konteks perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).

 Batasan Wewenang Notaris

Menurut UUJN, kewenangan notaris terbatas pada pembuatan akta otentik sesuai dengan permintaan para pihak dan dengan persetujuan dari mereka yang terkait. Notaris tidak memiliki kewenangan untuk menyimpan atau menguasai dokumen pihak tertentu sebagai bagian dari akta yang dibuatnya, kecuali berdasarkan permintaan (sebaiknya tertulis) dari semua pihak yang terlibat.

Notaris tidak bertugas untuk memihak atau memutuskan kepentingan salah satu pihak. Tujuan utama notaris adalah untuk memastikan bahwa perjanjian (akta) tersebut disusun sesuai dengan hukum, memiliki kekuatan pembuktian yang kuat, dan dapat dijadikan dasar hukum yang sah. Oleh karena itu, inisiatif seperti penyimpanan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sebagai objek dalam PPJB tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap melampaui kewenangan notaris.

 Urgensi Netralitas Notaris dalam PPJB

Dalam praktiknya, notaris sering kali diminta untuk membuat akta PPJB, yang bertujuan untuk mengikat penjual dan pembeli sebelum proses jual beli tersebut selesai sepenuhnya, seperti menunggu kelengkapan dokumen atau penyelesaian pembayaran. Dalam hal ini, notaris mungkin merasa perlu memastikan kelancaran pelaksanaan perjanjian, yang dapat menyebabkan inisiatif tertentu, seperti menyimpan sertifikat agar objek perjanjian tetap terlindungi. Namun, inisiatif ini tidak jarang berujung pada tuduhan penggelapan ketika salah satu pihak meminta dokumen tersebut diserahkan kepadanya.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait inisiatif notaris dalam PPJB meliputi:

1.   Risiko Di Kriminalisasi

Inisiatif menahan dokumen tanpa permintaan tertulis dari para pihak, seperti dalam hal penahanan sertifikat tanah, berpotensi dianggap sebagai penggelapan. Tindakan ini sering kali ditafsirkan secara sepihak sebagai bentuk penguasaan oleh notaris, padahal tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan para pihak. Risiko ini menunjukkan urgensi bagi notaris untuk hanya tetap pada wewenang yang telah ditetapkan dalam UUJN.

2.   Potensi Konflik Antar Para Pihak

Dalam PPJB, konflik kepentingan sering kali muncul, terutama ketika satu pihak merasa dirugikan atau terjadi perselisihan setelah akta dibuat. Ketika notaris turut serta dalam tindakan di luar pembuatan akta, mereka rentan terlibat dalam sengketa para pihak. Ketika hal ini terjadi, netralitas notaris dapat dipertanyakan, dan reputasi notaris sebagai pihak yang netral menjadi terganggu.

3.   Rentan terhadap Tuntutan Hukum 

Tindakan di luar kewenangan notaris dapat menimbulkan dampak hukum yang serius, termasuk tuntutan hukum dari salah satu pihak. Notaris mungkin harus menghadapi laporan pidana atau gugatan perdata yang disebabkan oleh interpretasi tindakan tertentu sebagai upaya memihak. Hal ini berdampak buruk tidak hanya bagi notaris secara individu, tetapi juga bagi profesi notaris secara umum.

 Implementasi Netralitas dalam Akta PPJB

Untuk menjaga netralitas, notaris sebaiknya:

1.   Menjaga Kejelasan Persetujuan Tertulis

Notaris hanya dapat menyimpan atau menguasai dokumen tertentu jika diminta secara tertulis oleh seluruh pihak yang terkait dalam akta. Persetujuan tertulis ini harus jelas dan menguraikan tanggung jawab dan kewajiban notaris terhadap dokumen tersebut.

2.   Menghindari Tindakan yang Melampaui Wewenang

Notaris perlu menahan diri untuk tidak melakukan tindakan inisiatif, seperti menyimpan sertifikat atau dokumen penting lain yang bukan bagian dari kewenangannya. Hal ini akan mencegah kemungkinan konflik atau interpretasi keliru oleh salah satu pihak yang berkepentingan.

3.   Tidak Menjadi Mediator atau Arbiter Sengketa

      Notaris tidak memiliki wewenang untuk menjadi penengah atau mediator bagi para pihak yang bersengketa. Sebagai pejabat publik yang netral, notaris bukan wasit yang menyelesaikan sengketa atau memberikan penilaian atas sengketa, tetapi hanya memastikan akta tersebut memuat hal-hal yang telah disepakati oleh para pihak tanpa intervensi atau interpretasi pribadi.

4.   Memberikan Nasihat Hukum yang Objektif

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat yang netral, notaris dapat membantu para pihak dengan memberikan penjelasan hukum tentang hak dan kewajiban mereka dalam akta PPJB. Namun, notaris sebaiknya tidak memberikan nasihat yang mengarahkan pada satu kepentingan tertentu.

 Kesimpulan

Netralitas merupakan kewajiban fundamental bagi notaris dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana diamanatkan oleh UUJN. Inisiatif yang dianggap membantu atau melindungi kepentingan para pihak, seperti menyimpan SHGB dalam PPJB, dapat berujung pada interpretasi sebagai tindakan penggelapan jika tidak dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari para pihak.

Untuk menghindari risiko ini, notaris sebaiknya tetap pada kewenangan yang diberikan dan memastikan setiap tindakan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya selalu memiliki dasar hukum yang jelas dan persetujuan dari para pihak. Netralitas dalam konteks ini bukan hanya soal tidak memihak, tetapi juga memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan tetap dalam batas wewenang yang sah agar tidak merugikan notaris maupun pihak-pihak yang terlibat dalam akta yang dibuat.

 Author: Agus Suhariono

Tanggal: 11-11-2004

 

Share This :
Agus Suhariono

Tertarik mengkaji hukum di Indonesia