MASIGNCLEAN101

Membangun Ekosistem Kripto via Regulasi: Kewenangan dan Visi OJK (Seri 2)

Membangun Ekosistem Kripto via Regulasi: Kewenangan dan Visi OJK (Seri 2)
Friday, August 1, 2025

 



Pendahuluan: Tongkat Estafet Itu Kini di Tangan OJK

Perjalanan kripto di Indonesia terus bergerak menuju arah yang semakin institusional. Setelah bertahun-tahun berada di bawah pengawasan Bappebti sebagai komoditas digital, kripto kini bersiap masuk ke fase baru: menjadi bagian dari sistem jasa keuangan nasional di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perubahan ini bukan sekadar soal regulasi. Ia menandai cara pandang negara terhadap kripto, bukan lagi sekadar barang yang diperdagangkan di bursa komoditas, melainkan bagian dari instrumen finansial yang harus tunduk pada prinsip-prinsip kehati-hatian, transparansi, dan perlindungan konsumen.

Lantas, seperti apa kewenangan OJK terhadap kripto? Apakah ini akan memperkuat ekosistem atau justru mempersulit pelaku? Dan apa bedanya pendekatan OJK dengan Bappebti? Mari kita telusuri bersama.

 

Ruang Lingkup Kewenangan OJK Pasca 2025

Perpindahan kewenangan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam Pasal 9 dan 213 UU PPSK, OJK diberikan mandat untuk mengatur dan mengawasi aktivitas aset keuangan digital, termasuk kripto.

Setelah masa transisi selama 2 tahun (hingga Januari 2025), seluruh aktivitas yang terkait dengan aset keuangan digital akan masuk ke ranah OJK. Ini mencakup:

·    Penerbitan dan pengelolaan aset keuangan digital (termasuk kripto)

·    Penyelenggaraan bursa dan perdagangan aset keuangan digital

·    Layanan kustodian (penyimpanan aset digital)

·    Infrastruktur pendukung seperti e-wallet, clearing, dan settlement

Dengan masuknya aset kripto ke dalam klasifikasi “aset keuangan digital”, OJK akan menerapkan standar pengawasan serupa seperti pada industri perbankan, pasar modal, dan asuransi.

 

Dari Bappebti ke OJK: Dua Pendekatan yang Berbeda

Sebelum masuk ke OJK, kripto diatur oleh Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) sebagai komoditas digital yang bisa diperdagangkan. Fokus pengawasannya adalah pada:

·    Perdagangan spot dan derivatif

·    Kegiatan bursa berjangka

·    Perlindungan terhadap spekulasi harga

Bappebti mengatur siapa yang boleh menjadi pedagang fisik aset kripto (exchange), dan mengelola Daftar Aset Kripto Legal yang bisa diperjualbelikan di Indonesia.

Namun pendekatan OJK akan sangat berbeda. OJK melihat kripto bukan hanya sebagai objek perdagangan, tetapi juga sebagai instrumen keuangan yang membawa implikasi sistemik.

 

Contoh perbedaan pendekatan:

Aspek

Bappebti

OJK

Fokus

Perdagangan komoditas

Stabilitas sistem keuangan

Registrasi

Pedagang aset fisik (exchange)

Lembaga jasa keuangan berbasis digital

Perlindungan konsumen

Umum

Komprehensif dan berbasis prinsip risk-based supervision

Aset disetarakan dengan

Komoditas

Aset keuangan digital

Artinya, kelak exchange kripto harus bertransformasi menjadi entitas jasa keuangan yang terdaftar di OJK, tunduk pada syarat permodalan, tata kelola, dan pelaporan berkala.

 

Visi OJK terhadap Kripto dan Inklusi Keuangan Digital

OJK tidak memusuhi kripto. Justru sebaliknya, OJK ingin memastikan bahwa kripto bisa berkembang dengan aman, sehat, dan inklusif.

Dalam berbagai pernyataannya, OJK menekankan bahwa kripto sebagai bagian dari aset keuangan digital harus:

·    Mendukung inklusi keuangan

·    Memberikan nilai tambah bagi masyarakat

·    Tidak mengancam stabilitas sistem keuangan

OJK juga sedang mengembangkan kerangka pengaturan untuk Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Di dalamnya, kripto dan teknologi blockchain akan menjadi bagian penting dalam:

·    Tokenisasi aset riil (seperti properti atau saham)

·    Smart contract dalam pembiayaan

·    Transaksi lintas batas yang efisien

Namun semua itu harus berjalan dengan prinsip:

·    Transparansi dan perlindungan investor

·    Auditabilitas dan rekam jejak transaksi

·    Mitigasi risiko sistemik

 

Dampak Langsung bagi Exchange, Custodian, dan Investor Retail

Perpindahan ke OJK tentu membawa dampak besar, terutama bagi pelaku industri.

1. Exchange Kripto

·    Harus mengurus izin ulang sebagai Lembaga Jasa Keuangan Digital

·    Dikenai syarat permodalan dan kelayakan pemilik

·    Wajib memisahkan dana nasabah dan dana operasional

·    Harus menyiapkan sistem pelaporan dan audit rutin

2. Custodian Wallet

·    Diperlakukan seperti kustodian efek di pasar modal

·    Harus menjaga keamanan, enkripsi, dan redundansi penyimpanan

·    Mungkin diwajibkan bermitra dengan bank kustodian atau entitas khusus

3. Investor Retail

·    Akan mendapatkan perlindungan lebih, termasuk:

o   Klarifikasi risiko investasi

o   Penanganan jika exchange bangkrut

o   Peluang masuk ke dalam ekosistem investasi nasional

Namun perlu diingat, ini juga bisa membawa dampak seperti biaya tambahan, pembatasan leverage, atau kewajiban verifikasi identitas yang lebih ketat.

 

Peluang dan Ancaman terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

Dengan kripto masuk ke dalam sistem keuangan formal, Indonesia sedang membuka jalan untuk inovasi, tapi juga harus waspada terhadap dampaknya.

1.    Peluang:

·       Tokenisasi aset riil: properti, surat berharga, bahkan hasil bumi

·       Pembiayaan mikro berbasis smart contract

·       Inklusi keuangan bagi masyarakat unbanked

2.    Ancaman:

·       Volatilitas harga kripto yang ekstrem bisa memicu panic selling

·       Pencucian uang (AML/CTF) via aset digital anonim

·       Shadow banking: munculnya produk mirip bank di luar regulasi

Untuk itu, OJK perlu:

·       Berkoordinasi erat dengan Bank Indonesia, PPATK, dan Kominfo

·       Mengembangkan Regulatory Technology (RegTech) untuk pengawasan real-time

·       Meningkatkan literasi keuangan digital secara masif

 

Penutup: Menuju Ekosistem Kripto yang Terintegrasi dan Terkendali

Perpindahan pengawasan kripto ke OJK adalah bagian dari transformasi besar dalam sistem keuangan Indonesia. Ini bukan hanya soal siapa yang mengawasi, tetapi bagaimana negara membingkai kripto sebagai bagian dari masa depan ekonomi digital.

Di satu sisi, OJK membawa harapan akan tata kelola yang lebih kuat dan perlindungan investor yang lebih baik. Di sisi lain, industri harus siap menyesuaikan diri dengan regulasi yang lebih ketat dan struktural.

Yang pasti, masa depan kripto di Indonesia tidak lagi sekadar tren. Ia telah masuk ke dalam sistem. Dan sistem itu harus bisa mengakomodasi inovasi tanpa mengorbankan stabilitas. Regulasi yang tepat adalah kuncinya, dan OJK kini memegang kendali itu.

 

Tulisan ini merupakan bagian kedua dari seri “Kripto dan Masa Depan Regulasi Keuangan di Indonesia”. Nantikan seri berikutnya: "Kripto sebagai Jaminan Hutang: Kekosongan Hukum dan Peluang Inovasi"

 


Share This :
Agus Suhariono

Tertarik mengkaji hukum di Indonesia