MASIGNCLEAN101

Pasal 2 KUHP Baru: Hukum Adat Bisa Jadi Dasar Pidana? Ini Risikonya

Pasal 2 KUHP Baru: Hukum Adat Bisa Jadi Dasar Pidana? Ini Risikonya
Thursday, July 31, 2025

 


1. Pasal 2 KUHP Baru: Apa Isinya?

KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) membawa perubahan besar dalam hukum pidana Indonesia. Salah satunya adalah Pasal 2, yang mengizinkan hukum adat atau norma lokal (disebut living law) menjadi dasar memidana seseorang, walaupun perbuatannya tidak tertulis dalam undang-undang.

Sekilas, ini terlihat seperti langkah maju: menghormati nilai-nilai lokal dan keadilan adat. Tapi, di balik itu, ada risiko besar terhadap kepastian hukum.

 

2. Mengapa Ini Disebut "Perluasan Asas Legalitas"?

Dalam hukum pidana modern, ada prinsip dasar:

“Tidak ada pidana tanpa aturan yang jelas sebelumnya.” (nullum crimen sine lege)

Artinya, orang hanya bisa dipidana kalau ada aturan tertulis yang jelas.
Nah, Pasal 2 KUHP memperluas prinsip ini dengan menerima hukum adat yang tidak selalu tertulis.

Masalahnya: hukum adat berbeda-beda tiap daerah, bahkan bisa berubah tergantung situasi dan tokoh adat yang berpengaruh.

 

3. Risiko dan Tantangan

Menggunakan hukum adat sebagai dasar pidana membuka pintu pada beberapa risiko:

  • Ketidakpastian hukum → Norma adat bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
  • Kriminalisasi yang tidak adil → Orang dari luar daerah bisa kena pidana karena melanggar adat yang tidak ia ketahui.
  • Penyalahgunaan oleh elite lokal → Aturan adat bisa dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
  • Sulit diverifikasi → Tidak semua hukum adat terdokumentasi atau bisa dibuktikan secara obyektif.

 

4. Negara Kesatuan & Masalah SDM Aparat

Indonesia adalah negara kesatuan, yang artinya hukum pidana seharusnya seragam di seluruh wilayah.
Tapi Pasal 2 KUHP membuka kemungkinan adanya “pidana daerah” yang berbeda-beda.

Belum lagi, aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) sering dipindah-pindah lintas daerah. Banyak yang tidak paham adat setempat, sehingga rawan salah tafsir atau dimanfaatkan pihak tertentu.

 

5. Solusi: Batasi Peran Hukum Adat

Daripada menjadi dasar pidana, hukum adat sebaiknya:

  • Hanya dipakai sebagai pertimbangan hakim untuk meringankan atau memperberat hukuman.
  • Digunakan untuk pendekatan restoratif (pemulihan hubungan sosial), bukan untuk menentukan seseorang bersalah atau tidak.
  • Diberikan aturan jelas melalui Peraturan Pemerintah agar terstandar dan tidak disalahgunakan.

 

Kesimpulan

Pasal 2 KUHP memang ingin mengakui kekayaan budaya hukum Indonesia. Tapi, tanpa aturan yang jelas, ia bisa menjadi sumber ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Pengakuan hukum adat dalam pidana harus dilakukan hati-hati, terukur, dan terstandar, agar tidak jadi alat kriminalisasi.
Share This :
Agus Suhariono

Tertarik mengkaji hukum di Indonesia